Saturday, February 13, 2016

Kampung Naga

Long time no pooost!
Here it is, another place-review-post-yeay!

The beautiful, elegant, and simple...

Kampung Naga


Kampung Naga! Raaawr~


Yup! Kali ini Alhamdulillah saya diberikan kesempatan untuk mengunjungi Kampung Naga yang membuat saya bertanya-tanya. . . adakah Naga di sana?


Perjalanan ke Kampung Naga ini ditempuh sekitar 4 jam dari Kota Bandung, dengan keadaan jalan padat-lancar. Padat terutama di pasar kaget dekat Kahatex >_<

Karena perginya rombongan, jadi saya dan rombongan menyewa mobil seharga Rp 275.000 dan pengemudi Rp 150.000.

Berangkat dari Bandung sekitar pukul setengah 7, kami berhenti dulu di daerah sebelum perbatasan Garut-Tasikmalaya pas sekitar jam 10.30 karena perjalanan sudah lumayan ngeng ngeng dan bikin pegal. Alhamdulillah dapet mesjid dengan air yang dingiiiin banget~ sejuk pokoknya! Pas di sana, ketemu emak penjaga fasilitas yang dengan ramahnya nanya,
"Ka Jakarta atau Bandung neng?"
"Bade ke Kampung Naga, bu"
"Wah, caket atuh eta mah setengah jam deui. 2 belokan deui neng."
Woh asik udah mau sampai!

Setelah itu perjalanan pun dilanjut ngeng ngeng daaaan sampai!
Ternyata jalannya meliuk-liuk hampir kaya di Puncak. Jadi bingung gimana cara emaknya ngitung belokan :'D
Dari arah Bandung, jalan masuk ke Kampung Naga ada di sebelah kiri jalan. Gerbangnya agak menjorok dan menurun. Langsung ketemu parkiran di sana. Begitu sampai, langsung foto-foto di tulisan Kampung Naga nya.

Tapi berhubung ga dapet momen pas tulisannya kosong tanpa orang yang ingin berfoto di sana, alhasil ini saya liatin papan tulisannya beserta my-travel-partner hahaha.
Kampung Naga bersama Anak Kecil Bertubuh Tinggi

Saatnya mencari Naaag...!! "Maaf... ini bukan tempat wisata biasa, ini perkampungan adat..."
Tiba-tiba sebuah suara misterius mengagetkan kami serombongan. Ternyata seorang bapak berpakaian hitam-hitam yang berbicara.

Bla bla bla bla

Pak hitam itu berbicara dengan Pak pengemudi. Ternyata katanya ada beberapa daerah yang terlarang untuk dikunjungi dan daerah-daerah khusus yang dilarang mengambil foto. Oleh karena itu, untuk masuk ke Kampung Naga, kami harus ditemani seorang Guide seharga Rp 100.000. Oohh. . .

Kami pun deal-dealan sama seorang Guide baik hati bernama Pak Abib. Selanjutnya, Pak Abib mengajak kami berjalan syalala dubidu menuju sebuah kejutan yang mengejutkan karena kalo tidak terkejut namanya tidak kejutan.
Tabah ya tan, untuk menuju Kampung Naga, ada... *bentar itung dulu*

ada 439 anak tangga. Weits! Anaknya ada 439? Mana Ibu tangganyaa? Eh, itu Pak Abib!
Dengan semangat foto-foto 45, kami semua menuruni tangga dengan ceria tanpa mengeluh (karena kalo suka mengeluh itu berarti solatnya ga bener :D). Tapi emang bener kok, pemandangan dari tangga ini Masya Allah hijaaaau banget!


Welcome to Kampung Naga!
Kata Pak Abib, di kampung ini, jumlah bangunan dibatasi hanya sebanyak 113 bangunan yang terdiri dari 110 rumah tinggal, 1 mesjid, 1 lumbung padi, dan 1 balai pertemuan. Pada musim panen, para petani diminta untuk menyimpan 5-10 kg padi di lumbung padi tersebut untuk digunakan masyarakat bersama-sama. Waaah, suasana gotong royong masih kental di daerah ini.

Pak Abib juga bercerita, dengan sifat gotong royong ini, membuat bangunan dilakukan bersama-sama sehingga hanya dalam waktu 2 minggu, rumah bisa langsung ditinggali. Rumah-rumah pun dibangun dari kayu dan bahan-bahan ramah alam lainnya. Penduduk kampung ini tahu bahwa Allah Swt tidak menyukai manusia yang merusak alam. Rupanya, mereka mengamalkan QS. Al-Baqarah ayat 11 yang berarti:
Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Janganlah berbuat kerusakan di bumi!" Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan".
Penduduk kampung ini berpikir bahwa jika membuat bangunan dari beton, baja, semen, dan bebatuan, harus mengeruk gunung-gunung untuk mendapatkan pasir dan batu. Sehingga, akan merusak alam. Alam pun menjadi tidak seimbang dan marah. Dampak kerusakannya pun akan dirasakan manusia itu sendiri. 
Kampung ini ternyata punya sistem pengairan sendiri!

Yuk lanjutnya perjalanan! Akhirnya sampai juga di jalanan landai yuhuuu~!
Huwaaa langsung ketemu Naga! Naga di Kampung Ayam!
Seadat-adatnya kampung, mang mang tukang cilok wajib ada xD
CILOK TAMALApar. Cilok tambah la. . .what?!
Ayo berjalan-jalan menyusuri kampung ini sambil mencari Naga!
Whoaaa~! As Lisung As it Used to be *naon sih tan*

Bukti dari ini adalah tempat wisata adalah: random people freely take pictures in front of your door

Syahdu dan bersahaja~ Kehidupan yang didesain sambil menanti kematian
Mesjid!
Walaupun penduduk desa ini beragama Islam, mereka juga punya upacara adat sebanyak 6 kali setahun, yaitu pada bulan Muharam, Maulud, Jumadil Akhir, Sya'ban, Idul Fitri, dan Idul Adha. Hemm. . .

Selanjutnya, Pak Abib mengajak kami ke rumahnya!
Rumah Pak Abib yang tanpa listrik, tanpa furniture
Wooow! Rumahnya plain! Tanpa furniture maupun listrik! Tapi damaaaiii~
Menurut Pak Abib, warga sengaja tidak memasang listrik di rumah, karena dikhawatirkan dengan adanya listrik, warga akan berlomba-lomba untuk membeli alat-alat eletronik sehingga muncul iri hati yang bisa mematikan sifat gotong royong antar tetangga. Selain itu, dengan adanya listrik juga dapat menjadikan penduduk menjadi lalai dalam mengingat hakikat kehidupan, yaitu untuk mempersiapkan kematian. Huwow~
Di rumah-rumah penduduk pun tidak ada kamar mandi. Kamar mandi terpisah dari rumah, namun di kampung ini terdapat sekitar 60 kamar mandi yang bisa digunakan oleh warga. Kata Pak Abib, rumah bukan kamar mandi, dan sebaliknya.

Tapi Pak Abib juga punya HP dan bisa akses internet kok. Katanya sih, nge-charge-nya di pusat. Entah di mana pusat itu.

Untuk pendidikan, semua penduduk Kampung Naga dibebaskan untuk menuntut ilmu seeeeeetinggi-tingginya, tidak ada larangan khusus. Namun, di kampung ini sendiri tidak ada lembaga pendidikan. Jadi warga harus keluar kampung jika ingin bersekolah, termasuk siswa SD. 439 tangga setiap hari wow! Semoga pendidikan kalian barokah yaa adik-adik :')

Pak Abib cerita banyak hal! Tapi, kalau ditulis semuanya, akan tidak mau (tanianya) hahaha.
Selain itu, Pak Abib juga bercerita tentang tempat-tempat yang terlarang. Di kampung ini, ada 4 tempat terlarang yaitu Hutan Larangan yang tidak boleh dimasuki siapapun tanpa terkecuali, Hutan Keramat yang ada makam leluhur di dalamnya. Hutan ini bisa dimasuki laki-laki 6 kali setahun yaitu pada saat upacara adat dilangsungkan. Bumi Ageung, tempat dilakukannya upacara adat, dan tempat Pangsolatan.

Celingak-celinguk mencari Naga, saya pun menanyakan kepada Pak Abib, "Pak, mana Naganya kenapa kampung ini namanya Kampung Naga?" lalu dengan tiis nya Pak Abib menjawab, "Kampung na Gawir (Kampung Di Tebing)." 
.
.
.
Kemudian Hening
.
.
.
Wahahaha garing bangeeeet!
Okedeh! Berarti Ga ada Naga!

Oh iya, ada yang menarik dari obrolan Pak Abib, coba dipikirkan dan dipilih. . .

Gaya Hidup atau Hidup Gaya?

Setelah banyak ngobrol-ngobrol, Pak Abib mengajak kami kembali ke parkiran atas. Sambil berjalan beliau menyayangkan bahwa banyak sekali sampah plastik yang diciptakan manusia. Ironisnya, saat ngobrol gitu, di depan kami, seorang turis-cilik-tak-terdidik membuang bungkus plastik es krim ke salah satu kolam warga. Grr~ Pak Abib pun meneruskan langkahnya sambil sesekali memungut sampah yang berserakan di jalan dan membuangnya ke tempat pembakaran sampah.
Tempat sampah yang lebih banyak menampung sampah wisatawan kayaknya
Ternyata jalan kembali ke tangga yang nanjak ini menguras tenaga pemirsah! Alhamdulillah berhubung masih sehat dan muda, kami serombongan berhasil sampai di parkiran dengan keringetan!
Sambil kami beres mengatur nafas, kita lihat dulu ya hasil jepretan selama di sana :D

Saking alaminya Kampung Naga, meng pun menyatu dengan alam

Meng: Sepertinya tadi ada yang membicarakanku

Kayaknya ini leluhur meng, gede banget!

Sungai ini duluuuunya bersih banget dan bening

Fotografi ceunah

Kerajinan tangan penduduk yang dijual ke wisatawan

Seperti biasa, ini bunga. Dilihat berapa kali pun tetap bunga.
Naaah, setelah masuk ke mobil, dengan keadaan pas banget hujan deras turun setelah kami masuk mobil, kami pun bayar parkir seharga Rp 10.000 lalu langsung cus mencari mesjid terdekat. Next destination. . . Situ Bagendit! :D

1 comment: